.
Share this Post:

Wawancara Eksklusif dengan Tontowi Ahmad: Sebelum Olimpiade, Hubungan Kami Bermasalah, Damai tapi Gersang

SUATU siang, 13 tahun lalu di Pelatnas PP PBSI, Cipayung, Jakarta Timur. Tontowi Ahmad sedang bersantai setelah melahap jatah latihan pagi. Sambil menjalani sesi terapi pijat, dia menonton televisi yang menyiarkan pertandingan Liliyana Natsir yang saat itu berpasangan dengan Devin Lahardi Fitriawan di ajang Malaysia Masters.

Kepada salah seorang teman karibnya di pelatnas, Andrei Adistia, Tontowi berkata spontan, “Kalau gua dipasangin sama Ci Butet, pasti semua bakal gua bantai, Le.” Le adalah kependekan dari Bule, panggilan akrab Tontowi kepada Andrei Adistia.   

Tontowi membayangkan, betapa enaknya jika dia berpasangan dengan Butet—sapaan karib Liliyana Natsir. Saat itu, benak Tontowi sudah memantulkan gambar yang begitu jelas bagaimana cara mendapatkan poin-poin secara efisien dalam laga-laga yang berlangsung intens.

Owi, begitu Tontowi biasa dipanggil, hanya tinggal melepaskan smes keras dari belakang, lalu Butet akan mengadang, langsung mematikan lawan dari depan net. Owi cuma tinggal melakukan servis tipis, lalu Butet dengan cepat mencegat dan mengarahkan bola deras itu ke badan musuh atau ruang kosong. Owi selalu heran, bagaimana bisa seorang pemain putra mendapatkan hasil buruk dalam sebuah turnamen saat berpasangan dengan Butet?

Tak dinyana, celetukan Owi kepada Andrei Bule itu terealisasi dalam tempo yang begitu singkat. Dua pekan setelah obrolan ringan tersebut, pelatih ganda campuran Indonesia Richard Mainaky mengabarkan bahwa Owi akan dipasangkan dengan Butet. Mereka bakal menjalani debut di Macau Open 2010. Hasilnya sesuai harapan. Owi/Butet langsung juara pada percobaan perdana.


Baca selengkapnya...