.
Share this Post:

Surat untuk Presiden dari Korban Tragedi Kanjuruhan

ANAK saya berangkat ke Kanjuruhan masih sehat, tapi pas pulang kok meninggal," kata Mutmainah. Kegetiran tak bisa disembunyikan dari wajah perempuan 56 tahun yang berjuang untuk tabah dan ikhlas.

"Sebagai orang tua, kalau (anak saya, Red) diambil yang Kuasa, ya saya ikhlaskan. Kalau terus ditangisi kan gak bisa hidup lagi,” ucap Mutmainah sembari mengenang putranya, Hutriadi Hermanto, yang meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.

”Tapi ibu tidak terima,” tegas Mutmainah. Kehilangan putra yang dilahirkan dan dibesarkan memang telah diikhlaskan sebagai garis takdir, tetapi bukan cara kehilangannya. ”Pokoknya tuntut sampai tuntas dan temukan penembak gas air mata. Dihukum sesuai hukum yang berlaku.”

Ya, putranya tak akan pernah kembali, apapun yang dia lakukan dan upayakan, itu tak mungkin terjadi. Harapannya, sederhana. Berharap keadilan. Bukan hanya untuk anaknya, melainkan juga para korban Tragedi Kanjuruhan.

Itulah alasan Mutmainah yang sehari-sehari bekerja mengelola toko peralatan bayi di Kendalpayak, Kabupaten Malang tersebut, menulis sepucuk surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Surat yang ditulis dengan pulpen hitam di atas kertas buku tulis. Surat yang bersahaja sekaligus tegas dan penuh pengharapan.


Baca selengkapnya...