.
Share this Post:

Siti Fadia dan Sebuah Amanat Ibu di Tengah Hujan Lebat

SITI Fadia Silva Ramadhanti baru berusia 8 tahun ketika melihat fenomena yang begitu memikat hatinya. Dari layar televisi di rumahnya, Desa Bantarjati, Kecamatan Kelapanunggal, Kabupaten Bogor, Fadia terpesona dengan aksi Greysia Polii yang berlaga pada Piala Uber 2008.

”Inget banget waktu itu rambut Kak Ge pendek. Ih…keren banget bisa masuk TV! Yang nonton dan yang mendukung juga banyak. Aku bilang ke Ayah, Aku pengen banget suatu saat kayak gitu,” ucap Fadia kepada saya.

Bantarjati, kata Fadia, adalah desa yang memiliki kecintaan mendalam pada bulu tangkis. Nonton bareng saat turnamen-turnamen besar adalah kebiasaan manis yang bertahan selama bertahun-tahun. Fadia kecil yang berada di tengah atmosfer penuh afeksi itu, hanya bisa membayangkan, ”Bagaimana ya rasanya didukung satu Indonesia? Pengin banget seperti itu, pengin banget didukung satu Indonesia.”

Saat itu, Piala Uber dan Thomas berlangsung di Istora Senayan, Jakarta. Greysia berpasangan dengan Jo Novita. Mereka menjadi ganda kedua Indonesia setelah Liliyana Natsir/Vita Marissa. Pada edisi 2008 tersebut, Tim Uber Indonesia bermain sangat baik dan lolos ke final.

Pada partai puncak, Indonesia memang kalah 0-3 melawan Tiongkok. Namun, mencapai final adalah adalah prestasi terbaik Indonesia sejak menembus final 1998. Sampai saat ini, Indonesia tidak lagi mampu menembus final Piala Uber. Bahkan sejak 2012, tim putri Indonesia selalu gagal untuk setidaknya menjangkau semifinal.


Baca selengkapnya...