.
Share this Post:

Lupakan Dendam, Buka Lembaran Baru untuk Perdamaian Suporter

PERDAMAIAN di kalangan suporter tanah air. Sesuatu yang diikrarkan saja sulit, apalagi dijalankan. Namun, Tragedi Kanjuruhan membuat semua mata terbuka. Kebencian yang dipupuk sudah waktunya diakhiri. Rivalitas hanya 90 menit dalam mendukung tim kesayangan, tidak lebih.

Gelombang perdamaian pasca Tragedi Kanjuruhan lebih banyak terbangun dari kalangan grass root. Sebelum tragedi yang memilukan itu terjadi, sulit dibayangkan ada seorang lelaki atau perempuan berjersey Persebaya bisa tenang berdiri di depan Stadion Kanjuruhan di antara padatnya Aremania.

Atau, dengan santai seseorang beratribut Bonek berjalan-jalan di Malang. Kini, berbeda. Sebab, supporter menyadari, bukan sesama mereka lah yang menjadi lawan terberat, melainkan dengan pihak yang melepaskan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.

”Ya. Ini seperti mimpi rek. Aku bisa melihat Bonek di kandangku sendiri, di Kanjuruhan,” ujar Adrian Bistara, Bonek yang ikut dalam doa bersama untuk korban Tragedi Kanjuruhan pada 7 oktober lalu, menirukan kata-kata dari seorang Aremania yang melihatnya memakai atribut Persebaya.

Mataraman tergolong paling cepat berreaksi. Secara organik, pesan perdamaian dilakukan suporter PSIM Jogjakarta, PSS Sleman, dan Persis Solo. Mereka bersama-sama mendoakan para korban Tragedi Kanjuruhan dan yang tak kalah penting meniatkan perdamaian di antara mereka.  

Namun, perdamaian tanpa kerelaan menghapus luka dan meredakan dendam sulit digapai. Karena itu, kami menceritakan beberapa kisah para suporter yang bersedia melupakan dendam demi perdamaian. Menutup buku hitam masa silam dan membuka lembaran baru.


Baca selengkapnya...