Kadang, Aku Bersyukur pada Tuhan karena Diberi Kursi Roda
TIGA Juli 2017 adalah hari yang selalu melekat dalam ingatan Teodora Audi Ayudia Ferelly Essant. Hari yang begitu nahas tetapi juga hari yang begitu penting dalam mengubah kehidupan Audi selamanya.
Hari itu sebetulnya momen yang menyenangkan bagi Audi. Bersama kedua orang tuanya, Audi baru saja pulang liburan kenaikan kelas dari Bali. Audi naik ke kelas 3 SMA dengan lancar dan tanpa hambatan.
Audi yang berusia 17 tahun dan baru memiliki SIM, menyetir dari rumahnya di Yogyakarta ke Bali. Rencananya, Audi juga yang mengemudi pulang dari Bali ke Yogyakarta. Tetapi rencana berubah setelah mereka makan malam dengan menu Pecel Lele di Pasuruan, Jawa Timur. Saat itu, Audi mengaku capek dan meminta ayahnya, Benedictus Rustam Santiko untuk menggantikannya menyetir.
Audi yang mengantuk, memilih tidur telentang di bangku belakang mobil. Padahal selama ini, Audi nyaris tidak pernah tidur di bangku belakang mobilnya. Tidak berlangsung lama, hanya sekitar 30 menit setelah Rustam mengambil alih kemudi, terjadilah tragedi yang mengerikan. Sebuah bus menghajar bagian belakang mobil tersebut.
Mobil itu oleng, kehilangan kendali, menghantam pohon, lalu terlempar masuk ke halaman rumah penduduk. Mobil itu menggasak pilar, membuat atap rumah seketika ambruk, gentingnya berjatuhan.
Rustam dan ibunda Audi, Dasa Wuri Esti Tunggal Yustina sama sekali tidak mengalami luka. Bersih. Mereka hanya terkejut dan menjadi semakin syok saat mendapati Audi sudah jatuh di tanah. Bagian kepala dan mulut Audi sobek. Seketika, Audi menyemburkan darah yang memenuhi mulutnya.
“Mama, aku sudah tidak bisa apa-apa,” kata Esti menirukan Audi ketika itu. Kepala Audi sudah tidak bisa tegak, dagunya terkulai sampai ke dada, lehernya telah patah.
Esti langsung lemas. Tetapi tak lama kemudian, kesadarannya kembali. Esti bangkit dan meminta tolong kepada warga sekitar tempat kejadian untuk membawa Audi ke klinik terdekat. Karena keterbatasan, petugas kesehatan di klinik pertama tidak mampu untuk menangani Audi.
Mereka merujuk Audi ke rumah sakit yang lebih besar di Pasuruan. Esti terkejut karena dokter tidak mampu untuk merawat Audi. Padahal, begitu pikir Esti, anaknya hanya berdarah karena lecet ringan.
Untuk pertolongan pertama, perawat di klinik tersebut menyangga leher Audi yang terkulai lemas dengan kardus air minum kemasan. Dia mengikat kardus tersebut dengan tali rafia.
Rumah sakit di Pasuruan juga angkat tangan, tak mampu memberikan penanganan kepada Audi. Dokter lantas merujuk Audi ke RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Setibanya di Surabaya, Audi langsung dirontgen dan berkali-kali menjalani CT scan.
Alangkah terkejutnya Esti karena dari hasil rontgen, ruas-ruas tulang belakang Audi mulai bagian leher sampai ke kaki sudah banyak yang hancur. Paru-paru Audi juga penuh darah. Selama tiga hari, petugas medis di RSUD Dr. Soetomo bekerja mengeluarkan darah tersebut. Total, darah yang menggenangi paru-paru Audi sampai 3 liter. “Jika saja Ibu telat dua jam mengantarkan anak Ibu ke sini, mungkin anak Ibu tidak selamat,” kata Esti menirukan dokter tersebut.
Selama dua pekan, Audi menjalani perawatan intensif di RSUD Dr. Soetomo. Ototnya begitu lemas. Bahkan untuk duduk saja tidak bisa. Setelah berkali-kali usaha dan dibantu oleh fisioterapis, pada pekan kedua Audi mampu duduk dan meminta pulang ke Yogyakarta.
Selama di Yogyakarta, Audi melanjutkan perawatan di Rumah Sakit Bethesda. Dia menjalani pemeriksaan mendalam, segala aspek tubuhnya dievaluasi. Audi juga menjalani sesi terapi bersama fisioterapis. Dari sana muncul kesimpulan bahwa bagian bawah tubuh Audi sudah tidak berfungsi.
“Saat itu dokternya bilang, ‘Kamu itu besok-besok jalannya harus pakai tangan.’ Aku awalnya tidak mengerti, mengapa jalan harus pakai tangan? Tetapi kemudian aku paham bahwa aku seumur hidup harus memakai kursi roda,” ucap Audi. “Aku benar-benar tidak menyangka. Aku pikir dengan bantuan fisioterapis aku bisa pulih,” tambahnya.
Audi menjalani perawatan selama sepekan di RS Bethesda. Setelah itu, Audi merasa lebih kuat dan memutuskan masuk sekolah. “Kejadiannya tanggal 3 Juli, uripe digajuli, hidupku seperti ditendang,” kata Audi lantas tersenyum tipis.
Audi adalah remaja yang sangat ceria. Walaupun memakai kursi roda, tetapi dia masih bisa bersekolah dengan santai. Dia tetap riang saat bertemu dengan teman-temannya. Baru setelah lulus SMA, Audi merasa agak kesepian.
Dia juga bosan dan begitu malas dengan sesi-sesi fisioterapi yang monoton dan seakan tidak membuahkan hasil apapun. Kalau sudah begitu, Esti selalu menyemangati Audi untuk tabah mengikuti program penyembuhan.
“Tetapi aku nggak sampai depresi atau nangis yang gimana. Mama dan Papa membikin aktivitas seperti biasa saja. Sore-sore aku bisa jalan-jalan ke Malioboro, naik Trans Jogja. Ya, walaupun ada saja orang-orang sekitar yang bilang, ‘Wah ayu-ayu kok nggak iso mlaku, ayu-ayu kok ning kursi roda. Tetapi aku santai saja,” ucapnya.
Audi merasa sedikit sedih jika hanya berdiam diri di kamar, cuma melamun, dan tidak menjalani kegiatan apapun. “Tetapi, kalau sendirian aku mikir, wah aku justru harus bersyukur dengan kondisi seperti ini,” kata Audi.
“Kalau saja aku nggak pakai kursi roda, aku ya tetap jadi manusia pada umumnya saja. Nggak tahu besok jadi apa. Tetapi gara-gara pakai kursi roda ini, aku bisa panahan. Gara-gara kursi roda, aku bisa keliling ke berbagai negara. Bisa ke Thailand, Dubai, Sydney, Ceko, dan sebentar lagi ke Paris. Kadang-kadang aku bersyukur kepada Tuhan karena aku diberi kursi roda,” imbuhnya.
***
Panahan benar-benar membawa dimensi baru dalam jiwa Audi. Audi semakin tahu arti kerja keras, memiliki mental tahan banting dalam memenuhi target, serta fokus pada hasil-hasil besar. Pendek kata, Audi merasa jauh lebih hidup.
Audi mengenal panahan dari tetangga depan rumahnya. Sang tetangga adalah seorang dosen yang memiliki mahasiswa penderita polio. Untuk membuat mahasiswanya aktif, dosen itu mengenalkan panahan.
Kecelakaan membuat tangan Audi jauh lebih lemah. Bahkan, mencengkeram botol kosong air kemasan saja tidak mampu. Dokter memang mendorong agar tangan Audi diperkuat untuk menggantikan fungsi kaki. Cara terbaik untuk menguatkan tangan Audi adalah fitness dan olahraga. Tetapi, setelah beberapa kali fitness, Audi merasa sangat bosan.
Esti lalu mencari-cari olahraga yang bisa dilakukan di kursi roda. Jadi dia menuruti saran sang tetangga agar Audi mulai berlatih panahan. Pada awal 2019, Esti mengajak Audi untuk melihat para penyandang disabilitas berlatih panahan di lapangan Kopertis V, Yogyakarta.
Tidak dinyana, Audi marah dengan kepada Esti. “Berarti Mama menyamakan aku dengan mereka? Katanya Mama yakin aku bisa sembuh, kenapa aku disamakan?” kata Esti menirukan reaksi Audi. “Saya jadi bingung, tetapi saya meyakinkan Audi untuk mencoba dulu. Toh, itu tidak ada salahnya,” ucapnya lagi.
Esti lalu bilang kepada pelatih di lapangan Kopertis V itu apakah Audi bisa berlatih panahan? Sang pelatih mengangguk dan menyarankan Audi berlatih dengan busur compound. Esti lalu pergi ke toko alat-alat olahraga untuk membeli busur. Saat itu, Esti hanya membawa uang Rp 3 juta. Dia mengira, harga busur compund dan semua kelengkapannya tidak lebih dari Rp 1 juta.
Setelah memilih-milih peralatan, Esti datang ke kasir untuk membayar. Kasir bilang, jumlah yang harus Esti bayar adalah Rp 23 juta. Esti awalnya menyangka totalnya Rp 2,3 juta. Tetapi setelah melihat lagi, dia cukup terkejut karena harga busur dan perlengkapan panahan jauh lebih tinggi dari perkiraannya.
Seketika, Esti menelepon suaminya untuk mentransfer sejumlah uang agar bisa membayar alat-alat panahan itu. “Saya bilang ke Audi, ‘Ini mahal, pakai terus ya.’ Awalnya rasanya seperti terjebak, ha..ha..ha..” tawa Esti berderai.
Dari sana, petualangan Audi bersama panahan resmi dimulai. Audi mengawalinya dari jarak terpendek yakni 5 meter. Dia dilatih oleh Dalijo, pelatih panahan asal Kabupaten Bantul. Selama satu bulan, Dalijo mengedril Audi dengan jarak terdekat itu. Selain di lapangan Kopertis V, Audi juga berlatih di Stadion Sultan Agung, Bantul.
Delapan bulan kemudian, walau tidak berlatih dengan program khusus, Audi sudah berpartisipasi dalam Pekan Paralimpik Daerah (Peparda) Yogyakarta. Kebetulan, venue pertandingannya di lapangan Kopertis V. Jadi, Audi sama sekali tidak merasa kesulitan dalam beradaptasi. Hasilnya manis, Audi langsung mendapatkan emas. “Ini yang membuat semangat, ternyata aku bisa. Ya, walaupun pesertanya cuma dua orang, tetapi kan saya bisa mengalahkan dia,” kata Audi lantas tersenyum.
Emas di Peparda Yogyakarta menjadi tiket masuk Audi ke Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda) Yogyakarta. Latihan menjadi lebih serius karena ada susunan program yang harus dilaksanakan. Tetapi Audi tidak mengalami kesulitan. Sebab saat SMP dan SMA, Audi masuk tim basket sekolah. Jadi secara mental, dia sudah terbiasa dengan jadwal latihan yang ketat.
Selain berlatih, Audi juga masih rutin menjalani sesi fisioterapi. Jika pagi ada sesi latihan, sore Audi ke rumah sakit. Sebaliknya, semisal jadwal latihannya sore, maka pada pagi harinya Audi meluangkan waktu ke fisioterapis.
Audi berlatih tiga kali dalam sepekan di pelatda Yogyakarta, yakni Selasa, Kamis, dan Sabtu. Sesi pagi berlangsung antara pukul 08.00 sampai 14.00. Latihan yang keras membuat Audi terpilih masuk tim Yogyakarta untuk berlaga di Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Papua 2021.
Audi cukup yakin bisa mendapatkan hasil besar di Papua. Tetapi ketika hendak berangkat ke Papua, string busurnya hampir putus. Pelatih lantas menyarankan agar dia mengganti stringnya.
Itulah awal petaka performa buruk Audi. Dia gagal beradaptasi, penampilannya jeblok. Audi berada di peringkat 16 dari 16 peserta. Skornya hanya 368 dari 72 anak panah yang dilepaskan. Audi berselisih sangat jauh dari peraih emas yakni pemanah asal Kalimantan Selatan Irma Yunita. Saat itu, Irma mencatat total poin 626.
“Hasil di Peparnas memang membuat saya kecewa. Alatnya rusak, akunya rusak, fisiknya rusak, semuanya rusak. Tetapi aku mikir lagi, kalau di Papua aku bagus dan menang, mungkin aku tidak ada motivasi untuk bangkit, tidak berlatih dengan lebih giat,” kata Audi.
’’Hasil di Papua ketika aku ada di bawah sendiri membuat aku lebih hati-hati dengan alat, hati-hati dengan diriku sendiri, hati-hati dengan latihanku. Mungkin kalau menang, aku hura-hura dan tidak bisa seperti sekarang,” tambahnya.
***
Posisi buncit di Papua membuat Audi terlempar dari Pelatda Yogyakarta. Hal ini membuat Audi sangat terpukul. Selama sebulan setelah Peparnas, Audi memutuskan untuk tidak memegang busur sama sekali. Dia hanya tidur, bepergian bersama kedua orang tuanya, sudah tidak mau memanah lagi.
Melihat Audi tidak mau panahan lagi, Esti berkata dengan lembut tetapi dengan tekanan yang sangat tajam. “Kata ibuku, kamu itu difabel, lalu mau apa lagi? Mau kerja? Susah kerja kalau seperti ini. Ya pilihannya olahraga,” kata Audi menirukan ucapan ibunya.
Audi sempat mempertimbangkan pindah cabang olahraga ke tenis meja. Dia sempat datang ke tempat latihan selama tiga atau empat kali. Audi mengaku bisa bermain, tetapi dia merasa kehilangan jati diri.
Pada awal tahun 2022, Audi bersiap untuk kembali tampil pada ajang kompetitif, Peparda Yogyakarta. Oleh pengurus NPC Yogyakarta, Audi diminta memilih, turun bertanding di panahan atau tenis meja. Karena di tenis meja tidak ada lawan, Audi akhirnya kembali fokus di panahan. ’’Jadi dikuat-kuatkan hatinya. Aku mengulang lagi, rasanya kembali menjadi bayi,” kata Audi.
Esti sendiri mengaku tidak marah kepada sikap Audi. Menurut Esti, putrinya tersebut hanya mengalami kekecewaan sesaat. Dengan telaten, Esti tetap mendampingi Audi. Dia lantas menyulap sepetak sawah di belakang rumahnya menjadi lapangan panahan. Hanya berdua, ibu dan anak bahu-membahu terus menjaga nyala harapan.
Esti memang sama sekali tidak paham teknik melatih panahan. Tetapi dia tidak kekurangan akal. Esti membuka YouTube, menunjukkan kepada Audi aksi atlet-atlet para archery kelas dunia. Esti memperlihatkan kepada Audi bagaimana luar biasanya Sheetal Devi. Atlet remaja asal India berusia 17 tahun itu tidak memiliki tangan. Devi menarik busurnya dengan menggunakan kaki kanan, menahan anak panah dengan leher dan bahu. Walau begitu, Devi tampil dahsyat di panggung internasional dan menjadi pemanah compound level dunia. Devi meraih 2 emas dan 1 perak di Asian Para Games Guangzhou 2022.
Audi juga ingin membuktikan bahwa kualitasnya tidak sejelek itu. Bahwa yang berlaga di Papua itu sesungguhnya bukanlah seorang Audi. Dalam hatinya, Audi berteriak lantang bahwa dia adalah pemanah yang bagus dan mau berjuang keras. Pada Peparda Yogyakarta 2022 itu Audi meraih perak. Feel-nya sedikit demi sedikit sudah kembali.
Setelah Peparda 2022, Audi berlatih lebih serius di Prima Wisnu Generation (PWG). Klub itu didirikan oleh peraih emas nomor compound SEA Games 2017 Prima Wisnu Wardana. Latihan di PWG meningkatkan kualitas seluruh aspek memanah Audi. Mulai teknik, fisik, fokus, hingga cara men-setting alat. Setiap hari, Prima mengunggah hasil-hasil latihan Audi dan rekan-rekannya di Facebook.
Ternyata, tindakan reguler Prima ini membuka pintu baru yang sama sekali tidak disangka oleh Audi, tim nasional para archery, dan NPC Indonesia.
Pada periode yang sama, pelatih para panahan NPC Indonesia Idya Putra Harijanto sedang dalam posisi cukup sulit. Bisa dikatakan agak pusing. Sebab peraih emas Peparnas 2021 dan atlet penting tim nasional Irma Yunita sedang menurun. Angka-angkanya tidak memuaskan dan akan sulit lolos ke Paralympic Paris 2024. Pada akhirnya, NPC Indonesia mendegradasi Irma dan mengembalikannya ke NPC Kalimantan Selatan.
Idya cukup kesulitan mencari pengganti Irma. Dia semakin terbebani karena pemanah compund putra nasional Ken Swagumilang sedang bagus-bagusnya. Jadi, alangkah sayangnya jika NPC Indonesia tidak menemukan partner yang bagus bagi Ken untuk berlaga di kelas mixed team. Idya sudah sebulan mencari pengganti Irma, tetapi tidak membuahkan hasil memuaskan.
Pada suatu hari, ketika sedang membuka Facebook, Idya sangat terkejut saat melihat unggahan Prima Wisnu. Di sana tertera data bahwa ada seorang pemanah Yogyakarta yang mampu mencapai skor 350 dari 36 anak panah. Padahal, Irma hanya bisa meraih poin pada angka 320-an. “Kok sangar tenan, siapa ini?” batin Idya.
Idya tidak langsung mengontak Prima untuk menanyakan siapa pemanah pemilik skor tinggi tersebut. Dia merasa tidak enak kalau langsung agresif mengorek informasi dari Prima. Idya memilih menghubungi mantan pacar Prima, Adinda Haga untuk menggali fakta awal. Setelah Adinda memberikan background tentang Audi, Idya baru berani bertanya kepada Prima.
Setelah beberapa kali penjajakan, pada Agustus 2023 Idya mengundang Audi untuk menunjukkan kebolehannya di Lapangan Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. dr. Soeharso, Solo. Idya ingin sekali membuktikan apakah skor tersebut benar-benar nyata. Bukan cuma gimmick atau gertakan di media sosial saja. Idya sangat penasaran. Sebab sebelumnya, dia sempat melacak nama Audi di Peparnas 2021. Tetapi karena Audi berada di posisi buncit, maka namanya tidak muncul ke permukaan.
Audi bersama ibunya kemudian datang ke Solo untuk memenuhi undangan Idya. Audi menyetir sendiri dari Yogyakarta ke Solo dengan mobil yang sudah dimodifikasi. Baru sampai di Solo, Audi langsung memanah untuk membuktikan kualitasnya.
Idya puas dengan angka-angka yang dihasilkan Audi. Dia menyampaikan kepada tim NPC Indonesia agar Audi diikutkan pada Kejuaraan Asia Para Archery 2024 yang juga kualifikasi kontinental untuk Paralympic Paris 2024. Ajang itu berlangsung November tahun lalu di Bangkok, Thailand.
NPC Indonesia menuruti usul Idya untuk memasukkan nama Audi dalam tim yang akan terbang ke Bangkok. Audi sendiri awalnya tidak tahu bahwa kejuaraan itu menjadi salah satu ajang kualifikasi perebutan tiket Paralympic Paris 2024.
Dalam benaknya, Audi ke Bangkok hanya untuk menemani Ken berlaga pada nomor compund mixed team. “Setelah dari Solo itu, saya masih di Jogja untuk latihan mixed team. Bahwa di Bangkok itu untuk memperebutkan tiket Paralympic, saya sama sekali tidak kepikiran,” ujar Audi.
Karena itulah, Audi berlaga dengan tanpa beban selama di Bangkok. Audi memang gagal dan tumbang di tangan pemanah India Jyoti pada perempat final compund open. Tetapi Audi tidak terpukul.
Pada pertarungan kedua yakni kualifikasi untuk para pemanah yang belum meraih tiket Paris 2024, Audi kembali tampil tanpa beban. Audi memulainya dengan sangat baik, menundukkan pemanah Taiwan Wang Hsin-lan dengan skor cukup nyaman 128-116 di perempat final.
Pada semifinal, Audi menghadapi perlawanan keras dari wakil Filipina Agustina Maximo Bantiloc. Pertandingan itu berlangsung sangat seru, terjadi saling kejar dalam perolehan skor. Pada sesi pertama, Audi unggul 26-24. Tetapi pada sesi kedua dan ketiga, gantian Bantiloc yang memimpin. Sampai akhir sesi keempat, Bantiloc leading satu angka 109-108.
Tetapi pada sesi kelima alias terakhir, Audi tampil fenomenal. Anak panah pertama menembus target paling tengah yakni inner 10. Tembakan kedua dan ketiga masing-masing menghasilkan angka 10 dan 9. Jadi secara total, Audi mendulang 29 angka. Sementara itu, Bantiloc mencapai target bidikan di lingkaran 10, 9, dan 8 alias 27 poin. Audi menang dengan selisih 1 poin, lolos ke final, dan meraih tiket Paralympic Paris 2024!
Bantiloc sebenarnya sangat diunggulkan untuk lolos ke Paris 2024. Tetapi dia gagal. Kegagalan itu membuat Bantiloc yang jauh lebih berpengalaman, berselisih usia sampai 32 tahun dari Audi, sangat terpukul. Setelah pertarungan, dia menangis sesenggukan.
Menurut Idya, pelatih dari Thailand dan Malaysia sampai datang dan bertanya kepadanya. Mereka sangat terkejut dengan kemenangan Audi. Seorang debutan yang namanya tak pernah muncul di level internasional, tiba-tiba melesat, mengalahkan unggulan, dan meraih tiket Paralympic 2024. "Mereka bilang, Indonesia triknya begini ya, ada atlet bagus disimpen dulu. Padahal ya tidak disimpen, ini baru saja ketemu!" kata Idya lantas tergelak.
Audi mengatakan bahwa kunci kemenangannya adalah bermain dengan lepas. Audi juga nyaman dengan arena pertandingan yang dikelilingi gedung dan jembatan. Banyaknya rintangan serta angin tidak membuat Audi risau.
Dia hanya membayangkan hari pertandingan penting itu seperti halnya latihan sehari-hari di rumahnya di Yogyakarta. “Semua anggota tim Indonesia senang sekali dengan kemenangan saya. Mereka lari, membawa bendera Merah Putih dan bilang akhirnya Kak Ken ada temannya,” ucap Audi lalu tertawa riang.
Keberhasilan Audi itu memang sangat penting. Sebab, bukan cuma Audi yang dipastikan meraih tiket ke Paris 2024. Lebih dari itu, Indonesia juga berhak berlaga di nomor compound mixed team. Di Paris nanti, Audi akan berpartner dengan Ken Swagumilang.
Pada perebutan emas, Audi bermain jauh lebih nyaman. Dia menundukkan wakil Malaysia Nur Jannaton Abdul Jalil dengan skor cukup telak 142-124.
Selain keberhasilan lolos ke Paralympic 2024, Audi juga sangat senang bisa berlaga pada kualifikasi Asia ini karena dia berkesempatan mengadu akurasi melawan Sheetal Devi. Audi memang mengidolakan Devi dan sering menonton pertandingan-pertandingan pemanah muda India itu via YouTube. Hampir tidak mampu menahan diri, Audi ingin sekali berfoto bersama Devi di sela-sela kompetisi.
Tetapi pemanah recurve tim Indonesia Setiawan, menahan keinginan Audi. Setiawan bilang, tidak usah berfoto sekarang. Nanti saja, ketika di final. Ucapan Setiawan ternyata menjadi kenyataan. Audi dan Ken lolos ke final nomor compound open mixed team untuk menantang Devi yang berpartner dengan Rakesh Kumar. Audi/Ken kalah dengan skor 149-154 melawan pasangan unggulan pertama tersebut. Tidak masalah. Audi tetap bahagia, bangga, besar hati dengan hasil-hasil yang dia dapatkan di Bangkok.
Sebagai pelatih, Idya memberikan pujian tinggi kepada Audi. Audi, kata Idya adalah pemanah yang nothing to lose, lepas, dan tidak banyak pikiran. Mental Audi sangat kuat. Dia berani. Saat di lapangan, Audi tidak terlalu memusingkan terik menyengat matahari atau perubahan arah angin.
Idya banyak menemui pemanah yang terlalu hati-hati sehingga psikisnya terbebani. Alhasil, feel memanahnya hilang. Pemanah yang terlalu banyak berpikir, ucap Idya, bisa jatuh menjadi sangat gugup jika berhadapan dengan lawan yang berat. Akhirnya, permainannya menjadi kacau. Apa yang sudah dilatih selama berbulan-bulan secara intensif, menjadi menguap begitu saja dalam pertandingan.
“Audi ini bahkan kadang sampai tidak peduli apakah tekniknya benar atau tidak. Pokoknya tembak saja. Jadi memang harus dibenerin pelan-pelan. Terpenting dia memiliki rasa yang kuat,” ucap Idya. “Apalagi motivasi Audi ini kuat sekali. Dia latihan terus, sampai malam juga masih latihan. Dia itu tidak bisa diam, jadi kalau nganggur ya dia manah,” tambah mantan pemanah nasional tersebut.
Setelah lolos ke Paralympic 2024, Audi mengaku akan tetap berlatih normal dan berusaha tidak terbebani. Apalagi Audi merasa nyaman dengan iklim kekeluargaan yang kental di pelatnas. Dia juga tidak berpikir muluk-muluk untuk meraih medali di Paris nanti. Audi hanya ingin mencapai target 340 poin dari 36 anak panah pada sasaran 50 meter di sesi kualifikasi.
“Jadi medali apapun terserah, yang penting aku bisa memenuhi target 340 itu,” ucap Audi. “Ya, sebenarnya tidak ada target. Tetapi kalau Audi berpartner dengan Ken, semoga dapat perunggu lah,” timpal Idya.
Idya sadar, mendapatkan medali pada ajang sekelas Paralympic adalah pekerjaan yang sangat berat. Tetapi tantangan yang berat itu harus dihadapi dengan sebaik-baiknya. Target Idya saat ini adalah membenahi periodesasi latihan. Sebelum turun dalam kompetisi, tim pelatih kerap melakukan rekayasa internal. Artinya, suasana latihan dibuat semirip mungkin dengan pertandingan resmi.
Idya juga mengundang atlet-atlet panahan able lokal Solo dan sekitarnya untuk bertanding melawan pemanah NPC Indonesia. Bahkan, Idya memohon untuk diberikan kesempatan melakukan latih tanding menghadapi pemanah pelatnas PP Perpani di Jakarta.
Dalam latih tanding di Jakarta itu, Audi dan para atlet NPC Indonesia memang kalah telak. “Tetapi itu adalah cambuk. Kami tidak akan ada motivasi bangkit jika tidak pernah merasakan kekalahan telak,” kata Idya.
Setelah kekalahan-kekalahan telak melawan pemanah PP Perpani, Audi dkk pulang untuk berlatih jauh lebih keras. Idya akan meningkatkan repetisi bidikan secara drastis. Dari yang awalnya 300 sampai 400 bidikan anak panah menjadi 600 bidikan dalam sehari.
“Naik 200 ini besar sekali, karena orang normal saja akan mikir apakah bisa repetisi sebanyak ini. Apalagi atlet kami kan tidak maksimal dalam peningkatan kondisi fisik. Mau fitness, tapi tumpuan mereka tidak maksimal. Joging juga tidak bisa. Atlet akhirnya memang sampai pegel-pegel, jadi masseur harus stand by untuk menjaga atlet,” kata Idya.
’’Saya sampai berpikir, ini yang saya lakukan beneran kah? Atau saya mau mematikan atlet? Ha..ha..ha..Setelah itu saya berpikir, pokoknya setelah 600 tembakan itu kami semua akan libur. Kami akan berenang. Saya sendiri menjadi takut, kalau atletnya tremor, bisa bahaya,” tambah Idya lantas tersenyum lebar.
Pencapaian Audi yang mampu lolos ke Paralympic 2024 meski berstatus debutan dan bukan atlet tim nasional, membuat Esti sangat bangga. Bagi Esti, Audi adalah anak yang sangat bertanggung jawab.
Esti mencontohkan, saat Audi masih berbaring di ICU, putrinya tersebut masih menjalankan tugasnya sebagai koordinator suporter tim basket SMA-nya. Audi tetap melakukan video call untuk mengarahkan teman-temannya. Bahkan dalam satu sesi latihan koreografi di gedung sekolah, Audi yang masih memakai infus dan berkursi roda, tetap datang untuk memimpin gerakan suporter. Dengan gerakan sangat lemah, Audi tetap berusaha memukul bass drum.
“Sejak SD, SMP, SMA dia bisa masuk sekolah dengan jalur prestasi, nilainya 9 terus. Audi ini sangat meringankan saya dalam biaya sekolah. Bahkan saat SMA, ketika dia bisa memakai jalur prestasi, Audi malah ingin mencoba memakai jalur reguler. Gurunya sampai telepon saya, apakah Audi ini serius?”
“Ternyata Audi bisa masuk dengan jalur reguler itu, tapi saya yang deg-degan. Audi memang seperti itu, suka sekali tantangan,” ucap Esti lalu tersenyum.
Esti sendiri berusaha sekuat mungkin untuk menjaga agar Audi tidak down terutama dalam 6 bulan pertama pasca kecelakaan. Saat itu, Audi harus berada di tempat tidur dan memakai kateter. Selama fase itu, Audi dan kedua orang tuanya tetap bepergian.
Esti dan Rustam membeli mobil yang mereka modifikasi seperti ambulans. Bagian belakang mobil itu dihilangkan dan diganti dengan bed untuk Audi. Bersama-sama, keluarga ini pergi ke tempat makan, bepergian ke pantai. Bahkan Rustam, sang ayah, membopong Audi untuk mendaki gunung.
Dukungan keluarga membuat Audi terhindar dari depresi. Audi nyaris tidak pernah tercekik rasa sesal meski kehilangan kemampuan berjalan. Esti hanya bisa mengingat satu momen saat Audi begitu marah. Dengan murka, Audi memukul-mukul kedua kakinya sampai membiru.
“Saya bilang kepada Audi, ya nggak apa-apa kamu pukul, siapa tahu setelah dipukul kakimu sembuh dan bisa jalan lagi,” kata Esti. Mendengar itu, Audi menangis dan meminta maaf kepada ibunya.
Sebagai manusia, Esti juga sangat getir, terpukul, pilu melihat kondisi anak tunggalnya tersebut. Tetapi dia tidak pernah menampilkan kemurungan kelam hatinya di depan Audi. Esti terus membersamai Audi, bahkan hingga menjalani pengobatan dan terapi di Singapura dan Malaysia. Meskipun pada akhirnya, fungsi kaki Audi tak kembali.
“Sakjane ya hancur dan sedih. Apa salahku sehingga anakku seperti ini? Tetapi saya yakin Tuhan tidak pernah menguji di luar kemampuan kita. Kalau saya lulus dan saya bisa mengalahkan ini, berarti saya naik kelas,” kata Esti.
“Saya sendiri tidak akan berhenti, saya harus tetap hidup. Audi juga harus tetap hidup dan berprestasi. Saya berterima kasih karena Audi bisa diberikan tanggung jawab dan lolos ke Paralympic Paris. Semoga dia bisa memberikan prestasi terbaik bagi Indonesia,” imbuhnya. (*)