.
Share this Post:

Ilkay Gundogan Belajar dari Rasa Sakit di Masa Kecilnya

SATU mimpinya sebenarnya sudah terwujud ketika usianya masih 8 tahun. Mimpi yang mungkin akan membawanya ke puncak kebintangan. Mimpi yang akan mengubah hidupnya, mengubah segalanya. Itu adalah mimpi seorang anak yang mencintai sepak bola.

Ya, sebagai anak dari Gelsenkirchen, setelah lima tahun bermain sepak bola di akademi SV Gelsenkirchen-Hessler 06, Ilkay Gundogan direkrut salah satu akademi terbaik di Jerman, akademi Schalke 04. Mimpi yang jadi nyata. Schalke memberikan waktu satu tahun kepadanya menunjukkan yang terbaik.

Sayang, mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk. Dia mengalami cedera di pergelangan kakinya. Cedera yang membuatnya harus memakai pelindung khusus di kakinya, sekaligus membuatnya tak bisa bermain sepak bola selama enam bulan.

Ini juga berarti Gundogan tak bisa menunjukkan yang terbaik darinya kepada Schalke. Malang bagi Gundogan, Schalke membuangnya. ”Saat musim berakhir, Schalke melepaskan saya,” ujar Gundogan kepada The Players Tribune.

Atau, seperti yang saya rasakan, mereka mencengkeram kerah saya dan melemparkan saya keluar pintu. Itu memukul saya dengan keras. Jauh di kemudian hari, saya akan memahaminya. Tapi saat itu rasanya impian saya sudah berakhir dan karier saya sudah tamat. Saya kembali ke rumah untuk bermain dengan teman-teman saya untuk tim lokal. Saya hanya ingin bersenang-senang lagi,” terangnya.

Bayangkan betapa hancurnya hati Gundogan saat itu. Dia masih berusia 8 tahun, usia yang masih dalam fase bersenang-senang. Di usia 8 tahun, Schalke datang menawarinya sebuah mimpi yang tak banyak anak bisa mendapatkannya. Namun, karena cedera di pergelangan kaki, Schalke pula yang membuyarkan mimpi Gundogan. Schalke tidak membantunya. Schalke malah mempersilakannya untuk pergi, mengusirnya, membuangnya.


Baca selengkapnya...